July 17, 2013

Rehabilitas dan Penindakan Hukum Harus Menjadi Panglima

Image BNN
Indonesia saat ini menghadapi permasalahan narkoba yang sangat serius, sekitar  4 juta korban penyalah guna Narkoba tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dan hanya sedikit yang mendapat layanan terapi dan rehabilitasi yaitu sekitar 18.000 atau  0,47%. 

Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan karena sebagian besar belum dapat terlayani dan dikhawatirkan terus mengkonsumsi Narkoba,” kata Kepala BNN, Drs.  Anang Iskandar, SH.MH, Selasa (16/7).


Menurut Anang Iskandar, masyarakat selama ini lebih memilih mempidanakan pecandu, penyalah guna dan korban penyalahgunaan Narkoba dibanding dengan merehabilitasinya. Hal ini tidak memecahkan masalah dalam penanganan Narkoba saat ini, “Oleh karena itu, Rehabilitasi dan Penindakan hukum harus menjadi panglima bersama dalam mewujudkan Indonesia Negeri Bebas Narkoba,” tandasnya.


Anang Iskandar menyebutkan, narkoba saat ini sudah berkembang lebih jauh, ada 21 macam Narkoba jenis baru yang ditemukan di laboratorium BNN, yang di create oleh sindikat Narkoba yang didukung oleh tenaga ahli farmasi, bahkan di dunia ditemukan sebanyak 251 Nakoba jenis baru, dimana Narkoba jenis baru ini sengaja dibuat untuk menghindari jerat hukum yang diatur oleh Undang-Undang masing-masing negara, “Ini harus mendapat perhatian yang serius dari semua pihak untuk melakukan langkah-langkah proaktif dan antisipatif. 


Oleh karena itu kita tidak bisa perang melawan Narkoba sendirian, maka kita secara terus menerus melibatkan dan mendorong masyarakat baik secara individu, maupun kelompok, instansi tingkat pusat maupun di daerah melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba,” ujarnya.


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah mengamanatkan kepada pemerintah untuk memberikan layanan rehabilitasi kepada pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan Narkoba. 


Untuk mendukung program rehabilitasi tersebut perlu kesadaran dari para pecandu, penyalah guna dan korban penyalahgunaan Narkoba serta para orang tua untuk melaporkan anaknya yang pecandu Narkoba, penyalah guna atau korban penyalahgunaan Narkoba kepada Institusi Penerima Wajib Lapor yang berada di Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah yang tersebar di 33 provinsi, dan poliklinik BNN.


“Para pecandu, penyalah guna dan korban penyalahgunaan narkoba tersebut akan memperoleh layanan rehabilitasi dan mereka tidak akan dikenakan proses hukum pidana, dan bahkan BNN telah menyediakan pelayanan rehabilitasi secara cuma-cuma,” paparnya.


Penandatanganan Nota Kesepahaman ini merupakan suatu wujud nyata kebulatan tekad dan komitmen bersama dalam perang melawan Narkoba secara bersama-sama dalam mewujudkan Indonesia Negeri Bebas Narkoba. 


Penyalahguna Narkoba Bukan Kriminal


Penyalahguna Narkoba sejatinya bukan kriminal yang dipenjarakan, akan tetapi orang yang sakit dan perlu mendapatkan layanan rehabilitasi baik medis maupun sosial. Ketika penyalahguna narkoba itu dipenjara, masalah tidak terselesaikan justru ia cenderung akan menjadi lebih berpengalaman dalam bisnis narkoba. 


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) beberapa waktu lalu menegaskan bahwa penyalahguna narkoba harus direhabilitasi agar masa kini dan masa depannya terselamatkan.


Senada dengan hal tersebut, Profesor Sudigdo, Mantan Ketua Pansus UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, mengemukakan bahwa undang-undang tersebut didesain sedemikian rupa karena  mengusung paradigma baru yaitu secara proporsional menempatkan penyalahguna narkoba sebagai orang yang perlu dirawat atau direhabilitasi, sementara itu bandar atau pengedar yang berusaha merusak generasi bangsa ini harus dihukum dengan sangat berat.


Demikian disampaikannya saat menghadiri kegiatan Focus Group Discussion  bertajuk “Drug User is Not a Criminal”, di gedung Berita Satu, Jakarta, Rabu (3/7).  (Disadur dari Website BNN)

Artikel Terkait