Tanaman Khat, Qat, Quat (Chata Edulis)
|
Khat mengandung senyawa katinona (Cathinone) yang bersifat stimulant. Efek yang ditimbulkan sama dengan narkotika jenis shabu dan ekstasi. Khat (juga dikenal sebagai qat, quat, dan gat) berasal dari Afrika Timur dan Tengah dan semenanjung jazirah Arab. Kosumsi katinone secara berlebihan dapat menyebabkan euphoria, halusinasi yang berujung pada kecanduaan, kerusakan susunan saraf pusat, bahkan kematian.
Tanaman Khat oleh sebagian
masyarakat di anggap sebagai tanaman herbal, tanaman khat
dikonsumsi sebagai minuman berkhasiat dalam bentuk teh, orang-orang menyebutnya
Teh Arab. Tanaman ini sudah tumbuh berkembang di Indonesia sejak lama dan juga
beberapa orang telah membudidayakan tanaman tersebut karena harga jualnya yang
cukup mahal. Tanaman tersebut tidak hanya tumbuh di Indonesia, di negara-negara
lain pun juga banyak dijual belikan sebagai tanaman yang mengandung ramuan herbal.
Sementara
itu, mengutip Kompas.com Cathinone, S(-)-alpha-aminopropiophenone,
merupakan zat yang konfigurasi kimia dan efeknya mirip dengan amfetamin.
Demikian laporan Kalix P dari Fakultas Farmakologi, Universitas Geneva, Swiss,
dalam publikasi Pharmacology and Toxicology, edisi Februari 1992.
Secara
alami cathinone terkandung dalam khat (Catha edulis Forsk), tumbuhan semak yang
banyak terdapat di Afrika timur dan tengah serta sebagian Jazirah Arabia. Daun
khat sejak dulu dikonsumsi dengan cara dikunyah, dibuat jus, atau diseduh
seperti teh oleh penduduk di wilayah itu.
Adapun
cathinone sintetis, sebagaimana disebut dalam situs European Monitoring Centre
for Drugs and Drug Addiction (EMCDDA), berbentuk serbuk kristal putih atau
kecoklatan, kadang-kadang dikemas dalam kapsul. Zat itu juga ditemui dalam
bentuk tablet sebagai pengganti pil ekstasi. Cara penggunaan biasanya dihirup,
ditelan, atau disuntikkan setelah dicampur air.
Di
banyak negara, khat bukan barang terlarang meski penggunaannya dikontrol di beberapa
negara Eropa. Adapun cathinone dimasukkan sebagai golongan I Konvensi PPB untuk
Zat-zat Psikotropika Tahun 1971. Cathine yang juga terdapat dalam khat masuk
golongan III, sedangkan cathinone sintetis, yakni amfepramone dan pyrovalerone
masuk golongan IV konvensi itu.
Cathinone yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai katinona tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada daftar narkotika golongan I.
Cathinone yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai katinona tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada daftar narkotika golongan I.
Stimulan
Al Bachri Husein, pengajar di Bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo, yang dihubungi pada
Selasa (29/1/2013) menyatakan, sejak tiga tahun atau empat tahun lalu ia sudah
menangani gejala klinis akibat cathinone. Artinya, zat itu sudah lama ada di
Indonesia.
”Cathinone merupakan zat stimulan untuk sistem saraf pusat yang banyak digunakan sebagai club drug atau party drug,” katanya.
Menurut Al Bachri, zat yang dibuat di laboratorium klandestin itu digunakan untuk ”membuat orang senang menjadi lebih senang”. Yang dirangsang adalah ujung-ujung saraf.
Efek mirip amfetamin itu menimbulkan rasa gembira, meningkatkan tekanan darah, kewaspadaan, serta gairah seksual. Namun, hal itu bisa diikuti dengan depresi, mudah terganggu, anoreksia, dan kesulitan tidur.
”Cathinone merupakan zat stimulan untuk sistem saraf pusat yang banyak digunakan sebagai club drug atau party drug,” katanya.
Menurut Al Bachri, zat yang dibuat di laboratorium klandestin itu digunakan untuk ”membuat orang senang menjadi lebih senang”. Yang dirangsang adalah ujung-ujung saraf.
Efek mirip amfetamin itu menimbulkan rasa gembira, meningkatkan tekanan darah, kewaspadaan, serta gairah seksual. Namun, hal itu bisa diikuti dengan depresi, mudah terganggu, anoreksia, dan kesulitan tidur.
Semula,
demikian EMCDDA, cathinone sintetis digunakan sebagai obat. Amfepramone dan
pyrovalerone digunakan sebagai obat pengurang nafsu makan. Adapun bupropion
yang bersifat antidepresan digunakan untuk orang yang ingin berhenti merokok.
Namun, sejak pertengahan tahun 2000-an, derivat cathinone ilegal beredar di pasar zat rekreasi di Eropa. Zat yang banyak ditemukan adalah mephedrone dan methylone. Methylone digolongkan sebagai zat yang dikontrol di Denmark, Irlandia, Romania, dan Swedia, bersama sejumlah derivat cathinone lain. Jenis-jenis cathinone sintetis makin banyak beredar mulai tahun 2009.
Namun, sejak pertengahan tahun 2000-an, derivat cathinone ilegal beredar di pasar zat rekreasi di Eropa. Zat yang banyak ditemukan adalah mephedrone dan methylone. Methylone digolongkan sebagai zat yang dikontrol di Denmark, Irlandia, Romania, dan Swedia, bersama sejumlah derivat cathinone lain. Jenis-jenis cathinone sintetis makin banyak beredar mulai tahun 2009.
Merusak kesehatan
Laporan
mengenai keracunan dan bahaya bagi kesehatan akibat penggunaan cathinone
sintetis menyebabkan zat tersebut menjadi isu kesehatan masyarakat dan keamanan
yang serius di Amerika Serikat.
Dalam situs National Institute on Drug Abuse dilaporkan, efek cathinone mirip amfetamin dan kokain. Zat itu merangsang peningkatan kadar neurotransmitter (zat pengantar impuls saraf) dopamin yang menimbulkan rasa gembira dan meningkatkan tenaga.
Dalam situs National Institute on Drug Abuse dilaporkan, efek cathinone mirip amfetamin dan kokain. Zat itu merangsang peningkatan kadar neurotransmitter (zat pengantar impuls saraf) dopamin yang menimbulkan rasa gembira dan meningkatkan tenaga.
Efek lain adalah peningkatan kadar norepinefrin meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Namun, pengguna bisa mengalami halusinasi akibat peningkatan kadar serotonin. Akibat buruk lain adalah dehidrasi, kerusakan jaringan otot, dan gagal ginjal yang berujung pada kematian.
”Penggunaan cathinone dalam jangka lama dan berlebihan menyebabkan kerusakan sel otak. Akibatnya, orang menjadi paranoid dan berhalusinasi. Gejala yang lebih ringan, pengguna merasa lemas jika tidak mengonsumsi,” kata Al Bachri.
Psikiater Danardi Sosrosumihardjo menyatakan, cathinone sintetis bukan diekstrak dari daun khat, melainkan disusun dari zat-zat prekursor. Jika cathinone alami merupakan stimulan potensi rendah, bahkan lebih ringan dari alkohol dan tembakau, tidak demikian dengan zat sintetisnya. ”Tujuan pembuatan sintetis dari cathinone adalah memperkuat efek serta menghindari aturan hukum,” ujar Danardi.
Menurut
National Institute on Drug Abuse, pada Juli 2012, cathinone sintetis, yaitu
pyrovalerone dan mephedrone, dinyatakan sebagai zat ilegal bersama sejumlah zat
sintetis lain. Meski UU yang baru ditandatangani Presiden Barack Obama itu
melarang zat-zat kimia yang analog dengan zat tersebut, diramalkan para pembuat
akan merancang derivat baru yang cukup berbeda untuk menghindari jerat hukum.
Sebagai contoh, saat mephedrone dilarang di Inggris tahun 2010, segera muncul zat kimia disebut naphyrone untuk menggantikannya. Zat itu dijual dengan istilah ”jewelry cleaner” dengan merek Cosmic Blast.
Pemerintah Indonesia bisa belajar dari pengalaman negara lain.
Writer: Sumadi Arsyah