Korban narkoba bukanlah penjahat, tetapikorban dari kejahatan orang lain. Korban narkoba bukan aib keluarga, tetapi bencana nasional.
Ungkapan di atas adalah refleksi pengalaman dan pemikiran HM. Kamaluddin Lubis, SH menangani korban narkoba yang adalah anaknya sendiri. Diakuinya banyak hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik sejak adanya musibah yang menimpa keluarganya. Usaha dan sikapnya saat ini, merupakan cermin dari sikap dan usaha yang dimiliki oleh putranya M. Baron Bahri Lubis (alm.) yang meninggalkan dirinya dua tahun yang lalu akibat jerat narkoba. Kamal, panggilan akrab Kamaluddin, menceritakan bahwa putra ketiganya sangat gigih dalam membantu teman-temannya yang mempunyai nasib seperti dirinya untuk sembuh dari jeratan narkoba. "Mungkin karena ia juga merasakannya," ungkap Kamal.
Kamal bercerita, putranya selalu meminta kepada siapapun agar jangan pernah ada pasien penyalahguna narkoba yang ditolak untuk direhabilitasi. Karena sikap anaknya itu pula, yang kian mendorong Kamal untuk lebih peduli terhadap para korban narkoba. la pun jadi lebih memahami dan menguasai permasalahan narkoba.
"Dia meminta agar jangan ada pasien yang ditolak untuk direhabilitasi walaupun orang tersebut kurang mampu. Mendorong saya untuk lebih banyak lagi membantu orang lain yang membutuhkan bantuan. Kemudian saya dapat berbagi pengalaman dan cerita dengan sesama keluarga yang mempunyai masalah narkoba. Dan ini membuat saya lebih banyak menguasai permasalahan narkoba. Hikmah lainnya saya sadar bahwa Tuhan lebih cepat mengambil anak saya karena Tuhan sayang sama dia dan ini membuat hidup saya lebih tenang. Dan kepedulian terhadap keluarga sendiri maupun keluarga besar kami pun jadi lebih tinggi," lirih pengacara asal Medan, Sumatera Utara ini menuturkan.
Awalnya Terkejut
Mulanya, Kamal sangat terkejut ketika mengetahui Baron ? begitu sapaan akrab putra ketiga dari empat anaknya - telah terperangkap dalam penyalahgunaan narkoba. Namun, lama-kelamaan Kamal dapat menerima kenyataan tersebut dengan lapang dada. Baginya, almarhum Baron adalah anak yang terbuka. la juga menilai, putranya memiliki sifat penggembira, dekat dengan keluarga, dan mudah bergaul tanpa membeda-bedakan miskin dan kaya.
Ditambahkan, Baron juga seorang anak yang aktif berorganisasi baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Menurut Kamal, almarhum anaknya sangat dekat dengan dirinya dibanding dengan ibunya. "Kami sering pergi berdua dan bercerita tentang segala hal. Dia juga sering curhat dengan saya," kenang pria yang genap berusia 66 tahun ini.
Diungkapkan, almarhum Baron pertama kali memakai narkoba ketika kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Akibat dari pergaulan pula, menurut Kamal, anaknya terjerumus dalam kebiasaan tidak sehat tersebut. Saat itu Baron mulai mencoba kebiasaan merokok. "Lama kelamaan, ganja dicobanya. Hingga akhirnya shabu dan putaw," tutur Kamal.
Dirinya juga tidak setuju bila dikatakan bahwa penyebab sang anak bisa rerjerumus dalam dunia narkoba dikarenakan kesibukannya yang menyebabkan kurang perhatian kepada anak-anak. "Saya memang sibuk, tapi ibunya tetap di rumah untuk melayani keluarga. Kebersamaan dan kasih sayang selalu ada dalam keluarga. Kami selalu bepergian bersama ketika hari libur. Saya rasa itu tidak menjadi masalah bagi keluarga saya," tegasnya.
Iapun mengakui, pola pendidikan yang diterapkan dalam keluarga pun sebenarnya telah bisa untuk membentengi anak-anaknya dari hal-hal negatif. Dikatakan oleh Kamal, pendidikan yang ditempakan dalam keluarga adalah pendidikan yang bebas dan bertanggung jawab. Maksudnya, anak-anak diberi kebebasan dalam memilih segala hal, mulai dari pendidikan, cita-cita, teman-teman, dan kegiatan luar rumah. Namun, kata Kamal, semua yang dipilih hams dipertanggungjawabkan dengan benar. "Contohnya, saya hams dikenalkan dengan keluarga teman-temannya. Kemudian belajar dengan benar sesuai yang dicita-citakan," ujarnya lagi.
Lakukan Pendekatan
Setelah terkena narkoba, kata Kamal, sifat Baron memang sedikit berubah. Perbedaan fisik tidak ada, dan perbedaan psikis juga pada awalnya tidak tampak. Namun, lambat laun Baron jadi sering malas berkumpul dan bercerita dengan keluarga serta mulai menjauhkan diri dari aktivitas keluarga. "Emosinya suka berubah-ubah. Suka marah-marah tanpa sebab, suka berbohong dan menjual barang-barang pribadinya," tutur Kamal.
Setelah mengetahui anaknya telah terjerat narkoba, Kamal tidak menyalahkan ataupun memarahinya. Namun, ia langsung melakukan pendekatan yang lebih dalam. Kesibukannya sedikit demi sedikit dikurangi, dan ia lebih sering meluangkan waktu untuk berbincang dan membicarakan masalah yang dihadapi sang anak. Tidak sedikitpun perlakuan dirinya terhadap Baron berubah. Malah, ia lebih semakin dekat dengan Baron.
"Saya bersama keluarga saya selalu dekat komunikasi selalu aktif satu sama lain, karena itu sejak awal saya tidak pernah menyalahkannya. Sebab saya tahu dia memakai narkoba bukan karena dia adalah seorang penjahat, tetapi dia adalah korban dari kejahatan orang lain dan karena pengaruh dari teman-teman sekolahnya, sehingga dia mau terbuka dan berterus terang dengan saya sebagai orang tuanya," kenangnya.
Setelah usaha pendekatan dilakukan, almarhum Baron menjadi lebih terbuka dan menceritakan atas apa yang dia rasakan atas reaksi narkoba yang dipakainya. Dalam pendekatannya, Kamal memposisikan diri sebagai seorang sahabat. Alasan utamanya agar lebih merasa dekat dan terbuka. "Sehingga dia merasa diperhatikan, disayangi, dan tidak diperlakukan sebagai orang yang bersalah," jelas lulusan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) ini.
Usaha pemulihan Baron tidak dilakukan Kamal secara sendirian. Sikap isterinya, Hj. Retni Rengsih, SH., CN, diakuinya hampir sama dengan dirinya. Terlebih, sang istri tampak tenang dalam menghadapi musibah yang menimpa. Dengan cara bersama, masalah yang terjadi pun diselesaikan.
"Kami selalu berembuk untuk menyelesaikan permasalahan dan kami saling instropeksi diri mengapa anak bisa terjerumus menyalahgunakan narkoba. Pertentangan untuk saling menyalahkan satu sama lain juga diakui Kamal tidak terjadi sama sekali antara ia dan istri. Tidak ada yang saling menyalahkan. Kami saling instropeksi diri mengapa anak kami dapat terjerumus menyalahgunakan narkoba," papar pria yang kini mengabdi sebagai dosen di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU).
Empat Tempat Rehabilitasi
Diakui Kamal, usaha pendekatan yang dilakukan berjalan efektif. Selain menjadi lebih terbuka terhadap keluarganya, Baron dapat terbuka dengan orang lain untuk berbagi cerita. "Ketika saya ajak melakukan dialog interaktif/diskusi di TVRI Medan untuk berbagi pengalamannya ketika memakai narkoba dengan masyarakat, dia bersedia. Alasannya agar tidak ada lagi yang lain menjadi korban seperti dirinya. Ini membuktikan bahwa dengan metode pendekatan dan tanpa menyalahkannya yang saya lakukan berhasil. Karena semua treatment yang diberikan padanya dalam rangka pemulihan dari racun narkoba dilakukan dengan kesadarannya sendiri tanpa ada paksaan dari siapapun," aku Kamal.
Tidak hanya usaha pendekatan. Kamal juga melakukan upaya pengobatan lain bagi anaknya, termasuk memasukkannya ke panti rehabilitasi. Saat pertama kali menawarkan panti rehabilitasi, anaknya langsung menerima dan tidak menolak untuk berobat. "Dia tidak menolak untuk berobat. Malah dengan keinginannya sendiri Baron mau berobat ke panti rehabilitasi. Itu sangat membantu kami dalam proses pemulihannya." tutur Kamal.
Rentetan cerita panjang pun keluar dari mulut Kamal, tentang berbagai lokasi rehabilitasi yang disambanginya. Tempat pertama yang didatangi adalah pondok pesantren asuhan Abah Anom di Suryalaya, Tasikmalaya. Di tempat ini Baron menjalani terapi selama satu tahun lebih. Kamal mengakui, alasan dirinya membawa putra satu- j satunya ini ke Abah Anom karena tempat ini saat itu sangat terkenal untuk rehabilitasi korban narkoba.
Di tempat rehabilitasi pertamanya ini, Baron menjalani proses rehabilitasi putus total. Artinya, tanpa ada terapi substitusi obat-obatan lain. Pendekatan pengobatan secara spirirual dan keagamaan, sangat kental di Ponpes Abah Anom. "Disamping itu juga ada perawatan secara medis. Namun yang lebih ditekankan adalah pengobatan spiritual. Selama di sana dia termasuk pasien yang mendapatkan perlakuan khusus. Karena dia adalah anak yang aktif. Dia tidak sama dengan pasien yang lain, dia dianggap seperti keluarga sendiri oleh Abah Anom. Di sana dia semakin mandiri, aktif dalam melakukan hal-hal yang positif dan tentunya pengetahuan dan pengamalan agamanya semakin tinggi," ungkap Kamal bercerita.
Setelah itu, Kamal membawa sang putra ke Klinik Ketergantungan Obat "Poso" di Medan selama satu bulan. Baron juga sempat menjalani pengobatan hingga ke negeri tetangga Malaysia, yakni Pengasih selama satu tahun. Kemudian, terakhir kali Kamal membawa anaknya ke Sibolangit Centre yang juga menghabiskan waktu selama satu tahun.
Meski mengikuti berbagai usaha terapi dan rehabilitasi, almarhum Baron tetap menunaikan kewajiban pendidikannya. "Selama menjalani pengobatan, pendidikannya tetap berjalan. Sehingga ia masih memperoleh pengetahuan dan ilmu untuk masa depan." papar Kamal.
Ketika melakukan usaha rehabilitasi bagi putranya, satu kenangan abadi yang selalu diingat Kamal adalah rasa setia kawan yang begitu besar yang dimiliki oleh Baron. Menurut Kamal, Baron seakan tidak bisa sama sekali melepaskan relasi dengan teman-temannya sesama pengguna narkoba. Karena hal inilah semakin lama putranya makin terjerat dengan berbagai jenis narkoba. "Mungkin karena rasa solidaritasnya yang tinggi." simpul Kamal.
Lebih Tergerak di Bidang Narkoba
Peristiwa yang menimpa dirinya, diakui Kamal tidak mengubah pandangannya terhadap narkoba. Sebagai seorang yang bergerak di bidang hukum, sejak dulu dirinya telah tahu mengenai petmasalahan narkoba, terlebih mengenai bahayanya. Diakui Kamal, sebelum anaknya terlibat narkoba, dirinya telah berbuat banyak untuk penanggulangan masalah narkoba. "Saya sudah banyak informasi tentang itu (narkoba. Red) dan ikut menyebarkan informasi bahaya narkoba kepada masyarakat." ucapnya. Namun, motivasi untuk berbuat lebih banyak lagi dalam bidang penanganan masalah narkoba kian terdorong setelah anaknya menjadi korban penyalahgunaan narkoba. Atas dorongan putranya pula, dirinya tergerak untuk mendirikan sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang P4GN (Pencegahan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) yang bernama Yayasan Gerakan Anti Narkoba dan sebuah tempat rehabilitasi bernama Sibolangit Centre.
Dengan semangat Kamal pun berpesan kepada para orang tua. Menurutnya, bagi orang tua yang mempunyai anak yang telah terjerumus narkoba, jangan pernah putus asa dalam proses pemulihan mereka. Sebab, bagi Kamal seorang anak yang telah terkena pengaruh narkoba harus diselamatkan dan berhak mendapatkan jati dirinya kembali dengan bantuan dan dukungan dari orang tua. Sebaliknya, penggalian informasi yang benar tentang narkoba dan gejala-gejalanya sejak dini, merupakan hal yang harus diketahui bagi orang tua yang anaknya belum menjadi korban narkoba.
Sebagai orang yang bergelut di bidang hukum, dirinya pun mengkritik pata penegak hukum yang terjebak dalam pasal-pasal yang kering sehingga mereka menganggap bahwa korban narkoba adalah penjahat yang harus dihukum. Di masyarakat sendiri, tambah Kamal, masih banyak yang belum paham tentang permasalahan narkoba. Banyak yang memandang, korban narkoba merupakan aib bagi keluarga yang harus ditutup-tutupi. "Meteka penjahat, sampah masyarakat, dan pemakai narkoba hanyalah anak orang kaya." ketus Kamal akan persepsi yang salah tersebut dengan sedikit kesal.
Bagi Kamal, permasalahan narkoba merupakan masalah yang harus didahulukan dan ditangani secata serius sesuai dengan hukum dan undang-undang narkoba yang berlaku di Indonesia. Kata Kamal, dirinya ingin mengubah pandangan masyarakat dan lembaga pengadilan bahwa sebenatnya pemakai narkoba itu bukanlah penjahat.
"Mereka korban kejahatan orang lain dan harus diselamatkan. Jadi terdapat perbedaan dan klarifikasi antara pemakai murni, pengedar dan bandar, sehingga vonis yang dijatuhkan sesuai dengan perbuatan meteka. Seorang bandar harus dihukum mati karena mereka adalah pembunuh tanpa berdarah, dan seorang pemakai harus diselamatkan karena merupakan korban dari kejahatan orang lain," pesannya tegas menutup perbincangan. (SADAR BNN September 2006 / Adi KSG IV)
Ungkapan di atas adalah refleksi pengalaman dan pemikiran HM. Kamaluddin Lubis, SH menangani korban narkoba yang adalah anaknya sendiri. Diakuinya banyak hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik sejak adanya musibah yang menimpa keluarganya. Usaha dan sikapnya saat ini, merupakan cermin dari sikap dan usaha yang dimiliki oleh putranya M. Baron Bahri Lubis (alm.) yang meninggalkan dirinya dua tahun yang lalu akibat jerat narkoba. Kamal, panggilan akrab Kamaluddin, menceritakan bahwa putra ketiganya sangat gigih dalam membantu teman-temannya yang mempunyai nasib seperti dirinya untuk sembuh dari jeratan narkoba. "Mungkin karena ia juga merasakannya," ungkap Kamal.
Kamal bercerita, putranya selalu meminta kepada siapapun agar jangan pernah ada pasien penyalahguna narkoba yang ditolak untuk direhabilitasi. Karena sikap anaknya itu pula, yang kian mendorong Kamal untuk lebih peduli terhadap para korban narkoba. la pun jadi lebih memahami dan menguasai permasalahan narkoba.
"Dia meminta agar jangan ada pasien yang ditolak untuk direhabilitasi walaupun orang tersebut kurang mampu. Mendorong saya untuk lebih banyak lagi membantu orang lain yang membutuhkan bantuan. Kemudian saya dapat berbagi pengalaman dan cerita dengan sesama keluarga yang mempunyai masalah narkoba. Dan ini membuat saya lebih banyak menguasai permasalahan narkoba. Hikmah lainnya saya sadar bahwa Tuhan lebih cepat mengambil anak saya karena Tuhan sayang sama dia dan ini membuat hidup saya lebih tenang. Dan kepedulian terhadap keluarga sendiri maupun keluarga besar kami pun jadi lebih tinggi," lirih pengacara asal Medan, Sumatera Utara ini menuturkan.
Awalnya Terkejut
Mulanya, Kamal sangat terkejut ketika mengetahui Baron ? begitu sapaan akrab putra ketiga dari empat anaknya - telah terperangkap dalam penyalahgunaan narkoba. Namun, lama-kelamaan Kamal dapat menerima kenyataan tersebut dengan lapang dada. Baginya, almarhum Baron adalah anak yang terbuka. la juga menilai, putranya memiliki sifat penggembira, dekat dengan keluarga, dan mudah bergaul tanpa membeda-bedakan miskin dan kaya.
Ditambahkan, Baron juga seorang anak yang aktif berorganisasi baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Menurut Kamal, almarhum anaknya sangat dekat dengan dirinya dibanding dengan ibunya. "Kami sering pergi berdua dan bercerita tentang segala hal. Dia juga sering curhat dengan saya," kenang pria yang genap berusia 66 tahun ini.
Diungkapkan, almarhum Baron pertama kali memakai narkoba ketika kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Akibat dari pergaulan pula, menurut Kamal, anaknya terjerumus dalam kebiasaan tidak sehat tersebut. Saat itu Baron mulai mencoba kebiasaan merokok. "Lama kelamaan, ganja dicobanya. Hingga akhirnya shabu dan putaw," tutur Kamal.
Dirinya juga tidak setuju bila dikatakan bahwa penyebab sang anak bisa rerjerumus dalam dunia narkoba dikarenakan kesibukannya yang menyebabkan kurang perhatian kepada anak-anak. "Saya memang sibuk, tapi ibunya tetap di rumah untuk melayani keluarga. Kebersamaan dan kasih sayang selalu ada dalam keluarga. Kami selalu bepergian bersama ketika hari libur. Saya rasa itu tidak menjadi masalah bagi keluarga saya," tegasnya.
Iapun mengakui, pola pendidikan yang diterapkan dalam keluarga pun sebenarnya telah bisa untuk membentengi anak-anaknya dari hal-hal negatif. Dikatakan oleh Kamal, pendidikan yang ditempakan dalam keluarga adalah pendidikan yang bebas dan bertanggung jawab. Maksudnya, anak-anak diberi kebebasan dalam memilih segala hal, mulai dari pendidikan, cita-cita, teman-teman, dan kegiatan luar rumah. Namun, kata Kamal, semua yang dipilih hams dipertanggungjawabkan dengan benar. "Contohnya, saya hams dikenalkan dengan keluarga teman-temannya. Kemudian belajar dengan benar sesuai yang dicita-citakan," ujarnya lagi.
Lakukan Pendekatan
Setelah terkena narkoba, kata Kamal, sifat Baron memang sedikit berubah. Perbedaan fisik tidak ada, dan perbedaan psikis juga pada awalnya tidak tampak. Namun, lambat laun Baron jadi sering malas berkumpul dan bercerita dengan keluarga serta mulai menjauhkan diri dari aktivitas keluarga. "Emosinya suka berubah-ubah. Suka marah-marah tanpa sebab, suka berbohong dan menjual barang-barang pribadinya," tutur Kamal.
Setelah mengetahui anaknya telah terjerat narkoba, Kamal tidak menyalahkan ataupun memarahinya. Namun, ia langsung melakukan pendekatan yang lebih dalam. Kesibukannya sedikit demi sedikit dikurangi, dan ia lebih sering meluangkan waktu untuk berbincang dan membicarakan masalah yang dihadapi sang anak. Tidak sedikitpun perlakuan dirinya terhadap Baron berubah. Malah, ia lebih semakin dekat dengan Baron.
"Saya bersama keluarga saya selalu dekat komunikasi selalu aktif satu sama lain, karena itu sejak awal saya tidak pernah menyalahkannya. Sebab saya tahu dia memakai narkoba bukan karena dia adalah seorang penjahat, tetapi dia adalah korban dari kejahatan orang lain dan karena pengaruh dari teman-teman sekolahnya, sehingga dia mau terbuka dan berterus terang dengan saya sebagai orang tuanya," kenangnya.
Setelah usaha pendekatan dilakukan, almarhum Baron menjadi lebih terbuka dan menceritakan atas apa yang dia rasakan atas reaksi narkoba yang dipakainya. Dalam pendekatannya, Kamal memposisikan diri sebagai seorang sahabat. Alasan utamanya agar lebih merasa dekat dan terbuka. "Sehingga dia merasa diperhatikan, disayangi, dan tidak diperlakukan sebagai orang yang bersalah," jelas lulusan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) ini.
Usaha pemulihan Baron tidak dilakukan Kamal secara sendirian. Sikap isterinya, Hj. Retni Rengsih, SH., CN, diakuinya hampir sama dengan dirinya. Terlebih, sang istri tampak tenang dalam menghadapi musibah yang menimpa. Dengan cara bersama, masalah yang terjadi pun diselesaikan.
"Kami selalu berembuk untuk menyelesaikan permasalahan dan kami saling instropeksi diri mengapa anak bisa terjerumus menyalahgunakan narkoba. Pertentangan untuk saling menyalahkan satu sama lain juga diakui Kamal tidak terjadi sama sekali antara ia dan istri. Tidak ada yang saling menyalahkan. Kami saling instropeksi diri mengapa anak kami dapat terjerumus menyalahgunakan narkoba," papar pria yang kini mengabdi sebagai dosen di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU).
Empat Tempat Rehabilitasi
Diakui Kamal, usaha pendekatan yang dilakukan berjalan efektif. Selain menjadi lebih terbuka terhadap keluarganya, Baron dapat terbuka dengan orang lain untuk berbagi cerita. "Ketika saya ajak melakukan dialog interaktif/diskusi di TVRI Medan untuk berbagi pengalamannya ketika memakai narkoba dengan masyarakat, dia bersedia. Alasannya agar tidak ada lagi yang lain menjadi korban seperti dirinya. Ini membuktikan bahwa dengan metode pendekatan dan tanpa menyalahkannya yang saya lakukan berhasil. Karena semua treatment yang diberikan padanya dalam rangka pemulihan dari racun narkoba dilakukan dengan kesadarannya sendiri tanpa ada paksaan dari siapapun," aku Kamal.
Tidak hanya usaha pendekatan. Kamal juga melakukan upaya pengobatan lain bagi anaknya, termasuk memasukkannya ke panti rehabilitasi. Saat pertama kali menawarkan panti rehabilitasi, anaknya langsung menerima dan tidak menolak untuk berobat. "Dia tidak menolak untuk berobat. Malah dengan keinginannya sendiri Baron mau berobat ke panti rehabilitasi. Itu sangat membantu kami dalam proses pemulihannya." tutur Kamal.
Rentetan cerita panjang pun keluar dari mulut Kamal, tentang berbagai lokasi rehabilitasi yang disambanginya. Tempat pertama yang didatangi adalah pondok pesantren asuhan Abah Anom di Suryalaya, Tasikmalaya. Di tempat ini Baron menjalani terapi selama satu tahun lebih. Kamal mengakui, alasan dirinya membawa putra satu- j satunya ini ke Abah Anom karena tempat ini saat itu sangat terkenal untuk rehabilitasi korban narkoba.
Di tempat rehabilitasi pertamanya ini, Baron menjalani proses rehabilitasi putus total. Artinya, tanpa ada terapi substitusi obat-obatan lain. Pendekatan pengobatan secara spirirual dan keagamaan, sangat kental di Ponpes Abah Anom. "Disamping itu juga ada perawatan secara medis. Namun yang lebih ditekankan adalah pengobatan spiritual. Selama di sana dia termasuk pasien yang mendapatkan perlakuan khusus. Karena dia adalah anak yang aktif. Dia tidak sama dengan pasien yang lain, dia dianggap seperti keluarga sendiri oleh Abah Anom. Di sana dia semakin mandiri, aktif dalam melakukan hal-hal yang positif dan tentunya pengetahuan dan pengamalan agamanya semakin tinggi," ungkap Kamal bercerita.
Setelah itu, Kamal membawa sang putra ke Klinik Ketergantungan Obat "Poso" di Medan selama satu bulan. Baron juga sempat menjalani pengobatan hingga ke negeri tetangga Malaysia, yakni Pengasih selama satu tahun. Kemudian, terakhir kali Kamal membawa anaknya ke Sibolangit Centre yang juga menghabiskan waktu selama satu tahun.
Meski mengikuti berbagai usaha terapi dan rehabilitasi, almarhum Baron tetap menunaikan kewajiban pendidikannya. "Selama menjalani pengobatan, pendidikannya tetap berjalan. Sehingga ia masih memperoleh pengetahuan dan ilmu untuk masa depan." papar Kamal.
Ketika melakukan usaha rehabilitasi bagi putranya, satu kenangan abadi yang selalu diingat Kamal adalah rasa setia kawan yang begitu besar yang dimiliki oleh Baron. Menurut Kamal, Baron seakan tidak bisa sama sekali melepaskan relasi dengan teman-temannya sesama pengguna narkoba. Karena hal inilah semakin lama putranya makin terjerat dengan berbagai jenis narkoba. "Mungkin karena rasa solidaritasnya yang tinggi." simpul Kamal.
Lebih Tergerak di Bidang Narkoba
Peristiwa yang menimpa dirinya, diakui Kamal tidak mengubah pandangannya terhadap narkoba. Sebagai seorang yang bergerak di bidang hukum, sejak dulu dirinya telah tahu mengenai petmasalahan narkoba, terlebih mengenai bahayanya. Diakui Kamal, sebelum anaknya terlibat narkoba, dirinya telah berbuat banyak untuk penanggulangan masalah narkoba. "Saya sudah banyak informasi tentang itu (narkoba. Red) dan ikut menyebarkan informasi bahaya narkoba kepada masyarakat." ucapnya. Namun, motivasi untuk berbuat lebih banyak lagi dalam bidang penanganan masalah narkoba kian terdorong setelah anaknya menjadi korban penyalahgunaan narkoba. Atas dorongan putranya pula, dirinya tergerak untuk mendirikan sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang P4GN (Pencegahan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) yang bernama Yayasan Gerakan Anti Narkoba dan sebuah tempat rehabilitasi bernama Sibolangit Centre.
Dengan semangat Kamal pun berpesan kepada para orang tua. Menurutnya, bagi orang tua yang mempunyai anak yang telah terjerumus narkoba, jangan pernah putus asa dalam proses pemulihan mereka. Sebab, bagi Kamal seorang anak yang telah terkena pengaruh narkoba harus diselamatkan dan berhak mendapatkan jati dirinya kembali dengan bantuan dan dukungan dari orang tua. Sebaliknya, penggalian informasi yang benar tentang narkoba dan gejala-gejalanya sejak dini, merupakan hal yang harus diketahui bagi orang tua yang anaknya belum menjadi korban narkoba.
Sebagai orang yang bergelut di bidang hukum, dirinya pun mengkritik pata penegak hukum yang terjebak dalam pasal-pasal yang kering sehingga mereka menganggap bahwa korban narkoba adalah penjahat yang harus dihukum. Di masyarakat sendiri, tambah Kamal, masih banyak yang belum paham tentang permasalahan narkoba. Banyak yang memandang, korban narkoba merupakan aib bagi keluarga yang harus ditutup-tutupi. "Meteka penjahat, sampah masyarakat, dan pemakai narkoba hanyalah anak orang kaya." ketus Kamal akan persepsi yang salah tersebut dengan sedikit kesal.
Bagi Kamal, permasalahan narkoba merupakan masalah yang harus didahulukan dan ditangani secata serius sesuai dengan hukum dan undang-undang narkoba yang berlaku di Indonesia. Kata Kamal, dirinya ingin mengubah pandangan masyarakat dan lembaga pengadilan bahwa sebenatnya pemakai narkoba itu bukanlah penjahat.
"Mereka korban kejahatan orang lain dan harus diselamatkan. Jadi terdapat perbedaan dan klarifikasi antara pemakai murni, pengedar dan bandar, sehingga vonis yang dijatuhkan sesuai dengan perbuatan meteka. Seorang bandar harus dihukum mati karena mereka adalah pembunuh tanpa berdarah, dan seorang pemakai harus diselamatkan karena merupakan korban dari kejahatan orang lain," pesannya tegas menutup perbincangan. (SADAR BNN September 2006 / Adi KSG IV)